Banyak cara dan metode untuk membuat anak didik, baik pelajar maupun mahasiswa untuk tertarik dengan materi pelajaran yang diberikan, aktif di kelas, terbuka, dan pada saat bersamaan, pendidikan, baik guru maupun dosen, bisa menjadi sahabat bagi anak didik. Untuk mencapai tujuan ideal itu tidak sulit asalkan guru maupun dosen benar-benar serius dalam mengajar, menguasai bidangnya, demokratis, dan mengetahui watak dan karakter anak didiknya.
Menurut siaran persnya, bincang santai yang dipandu Ketua LPPM ATVI,Ratih Damayanti dan didukung tim kreatif IT, yang juga dosen ATVI, Teguh Setiawan itu dilakukan secara interaktif. Peserta dapat bertanya dan memberikan pandangannya melalui chat di channel Youtube. Ini merupakan acara perdana Teras LPPM yang akan berlanjut secara kontinyu dwi mingguan.
Menurut Suradi, yang juga dikenal sebagai jurnalis dan penulis buku ini, tantangan terbesar dalam proses pembelajaran baik di masa tahun 1990-an maupun saat ini adalah bagaimana peserta didik, baik pelajar maupun mahasiswa memahami apa yang diajarkan. Setelah itu dapat mengaplikaisnnya untuk kepentingan studi dan karir di masa depan.
"Pemahaman tentag pentingnya bidag studi, kaitannya dengan kehidupan masa lalu, kini dan mendatang, serta informasi bidang karir yang dibutuhkan. Jadi daya tarik siswa maupun mahasiswa selalu dekat dengan kita," katanya.
Ketua LPPM ATVI, Ratih Damayanti mengatakan berawal dari itikad baik dari para dosen tetap ATVI untuk dapat mendedikasikan ilmunya agar dapat berbagi dengan publik secara lebih luas, maka muncullah ide untuk membuat konten pengabdian kepada masyarakat melalui kanal Youtube Teras LPPM ATVI. Nama Teras dipilih karena teras dapat dianalogikan sebagai ruang terbuka di depan rumah yang sering dijadikan tempat berkumpul dan berdiskusi santai.
"Ini sesuai dengan format konten yang diangkat yaitu membahas tentang berbagai topik yang dikemas secara ringan namun mencerdaskan dan dapat memberikan inspirasi positif bagi viewers-nya. Teras LPPM ATVI merupakan media publikasi para dosen ATVI untuk berkontribusi dalam pelaksanaan Tri Darma Perguruan Tinggi, khususnya dalam bidang pengabdian kepada masyarakat," ujar Ratih.
Tim kreatif yang juga dosen ATVI, Teguh Setiawan mengatkan, awalnya konten ini akan ditayngkan di kanal saya mastepedia yang memang rutin mengadakan bincang secara live dengan nara sumber alumni, dosen dan orang yang berkompeten. Namun memanfaatkan hari guru saya berdiskusi untu membuat konten yang lebih serius dengan memanfaatkan kanal Teras LPPM ATVI yang memang belum lama aktif.
"Sebagai orang yang berada dibalik layar, yang mengurusi kreatif, teknis, dan konsep penayangan saya menyulap seperangkat komputer di rumah menjadi ruang kontrol room untuk mengendalikan tayangan ini agar kualitasnya tetap terjaga, baik audio maupun visual," papar Teguh.
Beberapa Tips
Dalam bincang santai selama 90 menit itu, Suradi yang juga menulis buku berjudul Bangga Menjadi Guru SMAN 8 Jakarta ini memberikan beberapa tips agar guru maupun dosen bisa menjadi sahabat anak didik. Pertama, menguasai bidang pelajaran atau materi yang diajarkan karena ini modal pertama untuk percaya diri di dalam kelas.
Kedua, berusaha memahami setiap karakter dan watak anak didik, sehingga berbagai kendala dalam proses mengajar bisa diselesaikan dengan baik, sebab setiap peserta didik punya masalahnya sendiri.
"Kita juga harus bersikap demokratis dan memberikan kesempatan setiapanak didik untuk bertanya dan mengajukan pandangannya atas materi pelajaran. Suasaa kelas yang demokratis menumbuhkan semangat belajar yangtinggi. Lalu, kita mesti kreatif dalam metode pengajaran. Sekakarang sangat mudah mencari tambahan bahan ajar dan alat peraga lewat Youtube atau media sosial. Terakhir, usahakan mendekatkan diri dengan anak didik dalam setiap kegiatan," papar alumnu Universitas Indonesia itu.
Banyak pertanyaan dan pandangan yang diajukan peserta, termasuk dari anak kandung Suradi yang tengah studi di luar negeri,Muhammad Rizky.
"Walaupun tidak pernah diajar oleh Pak Suradi di kelas, bapak saya, merupakan seorang guru yang paling berpengaruh kepada saya," kata Rizky.
Dalam komentarnya di kolom chat yang ditulis dari Brussel Belgia, Rizky, putra bungsu Suradi ini mengatakan, kalau guru pada umumnya mengajar menggunakan teori dan buku paket, ayah mengajarkan pelajaran hidup melalui contoh dan media lainya. Ketika berbicara tentang nilai-nilai hidup, bukan dengan teori-teori atau buku-buku PPKN tapi melalui kerja kerasnya setiap hari.
"Lebih penting lagi, beliau mengajarkan saya tentang kesetaraan dan kebebasan berpendapat. Bapak selau menempatkan dirinya setara dengan anak-anaknya ketika diskusi. Beliau bersedia berdiskusi dengan anaknya mengenai topik-topik atau pelajaran yang mungkin dianggap subversif di sekolah tanpa dengan menggurui dan mengerdilkan opini anaknya. Hal ini membuat saya berfikir bahwa bapak saya, menunjukkan esensi seorang guru, seseorang yang digugu dan ditiru," ungkap Rizky yang sedang studi bidang Bisnis di KU Leuven, Belgia.
Testimoni juga disampaikan puteri Suradi yang kini bekerja di sebuah lembaga konsultan ekonomi dan bisnis di Luxembourg, Rahmadiani Lestari. Menurutnya, dari perspektif anak, Pak Suradi menerapkan hal yang sama di lingkungan rumah, komunikasi dua arah dan diskusi. Selalu support dan dengan bangga mempercayai pilihan studi dan karir anaknya sendiri. Itu sangat penting untuk membangun self confidence atau percaya diri.
"Bisa terlihat dan tidak mengherankan heran bahwa Bapak adalah guru dan pendidik yang luar biasa dan futuristik. Merefleksi pada pengalaman studi saya di Eropa baru-baru ini, banyak metode belajar di Eropa dapat disandingkan dengan metode mengajar Bapak saat beliau aktif mengajar di tahun 1990-an. Beliau sudah menerapkan pendekatan komunikasi dua arah dan bertumpu pada diskusi," ungkap Rachmadiani
Dari muridnya semasa SMA tahun 1990-an, Nina Harsya menyampaikan pesan dan kesannya diajar Suradi. Menurutnya, pola pengajaran yang diterapkan sangat berbeda ketika itu. "Pak Suradi sangat interaktif, memberi kebebasan kita untuk bertanya, dan menjadi teman di sekolah," kata Nina.
sumber