Friday, January 28, 2022

Gawai Bisa Buat Film Dokumenter Bagus

Setiap persitiwa punya arti, punya makna, dan punya nilai sejarah tinggi di kemudian hari. Semua itu akan terwujud apabila kita punya kebiasaan dan passion untuk mendokumentasikan denyut nadi kehidupan masyarakat melalu kamera yang kita miliki, termasuk kamera yang ada di perangkat gawai kita.

Demikian disampaikan Dosen ATVI yang dikenal sebagai sutradara dan juri film dokumenter,  Dr. IGP Wiranegara, M.Sn ketika tampil sebagai pembicara dalam acara “Bincang Santai Teras LPPM ATVI” yang digelar via online dan streaming di Kanal Youtube LPPM ATVI (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat – Akademi Televisi Indonesia), Jumat malam (28/1/2022).


Acara tetap dwi mingguan ini dipandu oleh Dosen ATVI dan praktisi Dra. Rosida Simatupang, M.Ikom ini bertema “Merekam Peristiwa di Tengah Pusaran Budaya Pop dan Media Sosial” terselenggara tas kolaborasi LPPM ATVI, Mastepedia, dan Taman Bacaan Bukit Bercerita serta  didukung oleh Penerbit Prenada, Diomedia, dan Dana.

berita lain Abaikan Setiap Peristiwa untuk Menghibur dan Menginspirasi Penonton

IGP Wiranegara, peraih Piala Citra untuk karya film documenter  “Pakubuwono XII: Berjuang untuk sebuah Eksistensi” dalam FFI 2005 itu melanjutkan, untuk melahirkan film documenter yang baik, menghibur, menginspirasi, serta memberikan efek jangka panjang sebagai sumber sejarah, maka diperlukan riset yang serius.

“Riset itu dimulai dengan melihat, membaca, mengamati, dan memahami apa yang akan kita rekam. Jika merekam kehidupan manusia atau tokoh, upayakan kita tahu betul kiprah sang tokoh, sehingga pengambilan gambar akan lebih hidup,” ujar Wiranegara yang telah membuat lebih 12 film dokumenter beragam genre.

Wiranegara yang beberapa kali menjadi juri untuk berbagai festival film documenter, antara lain Juri Film Dokumenter FFI 2012, 2013, 2014, 2015, 2018, 2019, dan 2020, menjadi pembuat film documenter atau film maker bidang ini, pada saat bersamaan  kita menjadi pembelajar. Sebab sebelum membuat film, pasti kita dituntut untuk berinteraksi dan mempelajari semuanya agar hasilnya baik.

“Gambar atau film documenter itu akan berbicara banyak dan panjang. Yang penting, ada unsur sinematografinya,” tambah Wiranegara yang banyak memperoleh penghargaan bidang film dokumenter ini.

Fim Dokumenter dan Media Sosial

Bagaimana hubungan film documenter dan gaya hidup atau kebiasaan masyarakat kita saat ini yang tak lepas dari media sosial? Nah, dalam diskusi ini menyinggung hubungan yang sangat erat, bahkan memancing peserta untuk bertanya lebih mendalam soal ini. Apalagi Wiranegara menilai, kualitas kamera yang ada di gawai saat ini sudah cukup bagus untuk merekam gambar, dan kualitas suara yang dihasilkan juga sangat baik

“Gambar bergerak atau motion picture menjadi alat atau bentuk pesan komunikasi yang sangat efektif. Fenomena tersebut  semakin marak bersamaan dengan trend multi platform media sosial seperti Instagram, Twitter, YouTube dan tiktok di Indonesia.  Semua orang bisa merekam dan meng-upload apa saja mulai dari tayangan yang bermanfaat, tayangan yang sekedar nyampah, sampai tayangan berupa ujaran kebecian maupun hoax,” papar Wiranegara.

Menurut Wiranegara, film dokumenter harus ikut dalam perjalanan trend tersebut agar tidak terabaikan dan ditinggalkan disamping karena karya film dokumenter mengedepankan data dan fakta serta kejujuran di dalamnya.

Lebih lanjut dikemukakan Wiranegara, kaidah dan konsep film dokumenter yang umumnya mengetengahkan unsur pendidikan dan hiburan di dalamnya dapat dikemas dengan karya video berdurasi singkat dan yang cocok tampil di berbagai platform media sosial populer.  Dengan sentuhan pengetahuan bahasa visual sinematografi yang sederhana siapa saja bisa menjadi film maker dokumenter karena setiap pemakai ponsel pintar dapat merekam berbagai peristiwa dengan kwalitas gambar dan suara yang sempurna.

“Tayangan audio-visual merupakan media yang sangat menarik dan sangat efektif untuk menyampaikan pesan serta sangat potensial meng-influence penontonnya. Memahami cara membuat sebuah karya film dokumenter yang sederhana akan menyebabkan tayangan video kita lebih menarik dan membuat pesannya sampai dengan lebih baik,” ujar Wiranegara.

Dikemukakan Wiranegara, Pemahaman akan prinsip dasar fotografi yang terdiri dari white balance, segitiga eksposure, framing akan menghasilkan gambar-gambar yang sempurna.  Bila sedikit ditambahi pengetahuan dan kemampuan menggunakan bahasa visual sinematografi, yang terdiri dari: type of shots, camera angle, camera movement, garis imajiner, dan screen direction, akan tercipta sebuah karya audio-visual dengan tata cara bertutur menarik dengan kwalitas gambar yang sempurna.

“Marilah berkarya dengan baik dan bertanggungjawab, menciptakan prestasi bukan sensasi. Karena sensasi bukan tidka mungkin akan menjerumuskan kita dalam jerat hukum,” tutup Wiranegara. (sur)

 sumber

https://www.sinarharapan.net

0 Comments:

Post a Comment